Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Institutional Repositories

Beti Nurbaiti (2021) HAKI MONOGRAF : DISPARITAS MODAL SOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA PEDAGANG MIGRAN DI BANJIR KANAL TIMUR, JAKARTA TIMUR. EC00202115722, 16 Maret 2021.

[img] Text
HAKI-monograf-BETI.pdf

Download (2MB)

Abstract

Arus migrasi dari desa ke kota terus meningkat seiring perkembangan teknologi, transportasi, serta fasilitas publik yang dimiliki oleh wilayah perkotaan, khususnya di negara berkembang. Migran menganggap wilayah perkotaan menjanjikan kehidupan lebih nyaman, dibandingkan kehidupan di desa (Nurbaiti, 2017) serta (Horiuchi dan Takahashi, 2016). Migrasi tidak hanya dilakukan oleh pekerja laki-laki, namun juga juga oleh pekerja perempuan yang mencerminkan keseteraan gender yang membaik, serta memberi kontribusi positif terhadap perkembangan perekonomian negara (UNESCO, 2015). Hal ini tercermin dari partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja global mencapai lebih dari 40 persen (World Bank, 2011). Namun ketika para migran sampai di kota terpaksa masuk ke sektor informal karena sebagian besar migran tidak siap dengan modal pendidikan, keterampilan, modal usaha serta modal awal bertahan hidup. Sektor informal bersifat dinamis, menyerap tenaga kerja, mengurangi angka kemiskinan, serta terus tumbuh, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan iklim ekonomi (ILO, 2020) dan (Priyono, 2015). Sektor informal yang digeluti migran salah satunya menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan memanfaatkan modal sosial (Nurbaiti, 2016). Modal sosial tercipta umumnya berdasarkan hubungan kekerabatan, berperan mengatasi masalah sehari-hari migran seperti akses pasar, cara berusaha/berdagang, hingga modal berdagang atas dasar kepercayaan tanpa melalui perbankan antar individu migran (Nurbaiti dan Chotib, 2020). Migran yang menjadi fokus penelitian adalah pekerja migran perempuan, karena kenyataannya masih mengalami 2 diskriminasi akibat budaya patriarki, juga stereotype, yang berpengaruh terhadap cara berpikir hingga kebijakan keluarga serta bernegara. Diskriminasi ini terlihat dari ketimpangan akses pendidikan, kesehatan, sumberdaya, kesempatan berkarir dan beraktualisasi di luar peran domestik rumah tangga (Mies, 2014). Perempuan masih dianggap warga kelas dua karena dianggap fitrahnya berperan di ranah domestik, sehingga dianggap tidak perlu berpendidikan tinggi karena akan menikah, menjadi ibu rumah tangga, melahirkan, mengurus anak, menyusui, mengurus suami dan rumah tangga. Hasilnya, ketika perempuan harus berjuang di ranah publik, mencari nafkah dalam hal ini sebagai pekerja migran perempuan, maka produktivitas rendah, upahnya juga rendah dibandingkan laki-laki dengan tanggungjawab dan beban yang sama (World Bank, 2011). Perempuan dan anak-anak sering menjadi korban human trafficking karena desakan ekonomi. Padahal, perempuan memiliki keistimewaan peran ganda, mampu membagi peran, pikiran, tenaga juga waktu baik di rumah sebagai ibu dan istri, maupun di luar rumah untuk mengembangkan diri bahkan membantu mencari nafkah demi kesejahteraan rumah tangganya (Alansari, 2018). Penelitian tentang modal sosial terkait kesejahteraan para migran sudah dilakukan sebelumnya oleh penulis dengan paradigma kuantitatif sebelum pandemik Covid-19 di Banjir Kanal Timur (BKT) Jakarta Timur ( Nurbaiti, 2020) serta (Nurbaiti dan Chotib, 2020). Namun, penelitian kali ini berbeda, karena fokus pada pekerja migran perempuan di BKT Jakarta. Wilayah BKT dipilih karena ramai pengunjung pada hari kerja dan liburan, namun agak sepi setelah pandemik Covid 19 melanda. BKT menyediakan tempat berjualan, makanan, ringan dan makanan berat, pakaian, jam tangan, tambalan ban, dan kebutuhan sehari-hari lainnya dengan harga terjangkau, serta tempat nongkrong dari segala usia. Sebelum pandemi, area ini mulai ramai oleh para pedagang dari jam 4 3 sore dan menjadi lebih sibuk ketika jam pulang kerja, sekitar jam 5 sampai jam 6 sore, dan tutup pada jam 12 pagi sampai jam satu pagi untuk hari Senin sampai Jumat. Pada akhir pekan yaitu hari Sabtu dan Minggu, area ini lebih sibuk dari biasanya, bahkan ditutup hingga pagi menjelang fajar. Jadi dapat dikatakan bahwa BKT menjadi penopang ekonomi rakyat dimana transaksi ekonomi masyarakat berputar di wilayah ini. BKT memberikan peluang pekerjaan pada pekerja migran di sektor informal perkotaan, serta menjadi penyeimbang supply dan demand dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk menganalisa lebih lanjut apakah ada disparitas modal sosial berdasarkan jenis kelamin, dengan melakukan uji beda (Analysis of Variance/ANOVA) dengan softaware SPSS versi 25. Data diperoleh melalui pengisian instrumen kuesioner sebagai data primer yang dibagikan oleh peneliti.

Item Type: Patent
Subjects: Manajemen
Divisions: Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Magister Manajemen
Depositing User: Beti Nurbaiti
Date Deposited: 06 Apr 2021 03:48
Last Modified: 06 Apr 2021 03:48
URI: http://repository.ubharajaya.ac.id/id/eprint/8071

Actions (login required)

View Item View Item

Downloads

Downloads per month over past year