Mengembangkan Kewirausahaan Melalui Pemberdayaan Produk Intelektual Kampus
Dr. Wustari L Mangundjaya, M.Org.Psy. Psikolog Organisasi dan staf pengajar di Fakultas Psikologi, bidang studi Psikologi Industri dan Organisasi UI
Pengantar
Kewirausahaan merupakan penunjang perkenomian di Indonesia. Hal ini antara lain terlihat pada saat krisis ekonomi di dunia, yang juga melanda perekonomian di Indonesia, salah satu aspek yang menunjang perekonomian Indonesia adalah dari kalangan Usaha Menengah kecil (UMK) dan Mikro, karena banyak perusahaan-perusahaan besar yang justru mengalami goncangan yang besar, bahkan ada pula yang menutup usahanya untuk sementara waktu. Untuk itu, penguatan dan pengembangan kewirausahaan sangat diperlukan. Berbicara mengenai kewirausahaan, berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), saat ini wirausaha Indonesia sudah mencapai jumlah sekitar 8 juta. Dari angka tersebut, terlihat telah terdapat peningkan jumlah wirausaha dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan jumlah populasi penduduk Indonesia yang saat ini sudah mencapai sekitar 267 juta orang, maka wirausaha yang ada hanya sekitar 3,1 persen, dan dapat dikatakan jumlah tersebut masih kecil. Untuk itu, pemerintah masih perlu menggalakkan program kewirausahaan dengan berbagai cara. Dunia akademis diminta juga untuk ikut berperan serta pada pengembangan kewirausahaan dengan cara mengembangkan staf pengajar, mahasiswa dan tenaga pendidik untuk menjadi wirausaha.
Menjadi seorang wirausaha yang handal tidak dapat secara instan, perlu adanya pembinaan, pendampingan dan tempat untuk melakukan praktek berwirausaha. Dalam hal ini, kampus merupakan salah satu tempat ideal dalam pengembangan kewirausahaan. Banyak hal yang dapat menjadi unsur pendukung dalam pengembangan kewirausahaan di dunia kampus, baik dari aspek informasi, kepakaran, fasilitas, jejaring maupun berbagai akses penting lainnya yang dapat digunakan untuk memasarkan produk dan jasa yang dihasilkan. Selain itu pula, kampus dapat menjadi sarana ideal dalam mengeksplorasi ide-ide inovatif yang dapat dikembangkan. Makalah kecil ini bermaksud hendak membahas mengenai pengembangan dan penguatan kewirausahaan di Perguruan Tinggi melalui pemberdayaan produk intelektual kampus yang berupa permainan edukatif psikologis dalam bentuk boardgame.
Kewirausahaan di dunia peguruan tinggi.
Sebagai mahasiswa, bekerja keras untuk memperoleh nilai tinggi di kampus sebagai bekal memperoleh pekerjaan yang layak dan bagus adalah merupakan hal yang biasa. Sementara itu, ada juga mahasiswa yang lebih menyukai untuk bekerja mandiri sebagai seorang wirausaha daripada bekerja di perusahaan milik orang lain (Mangundjaya, 2012). Khususnya para generasi milenial saat ini lebih menyukai untuk bekerja dan/atau mendirikan perusahaan mandiri dalam bentuk start up. Dengan bekerja secara mandiri, seseorang dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri. Hal ini akan berdampak tidak hanya pada jumlah pendapatan yang diterimanya tetapi juga kepuasan pribadi dalam mencipta sesuatu produk atau jasa dalam pengelolaan usahanya.
Merujuk pada konsep Hisrich, Peters, dan Shepherd (2010), kewirausahaan adalah suatu proses mencipta dan membangun sesuatu yang baru dengan memiliki nilai tertentu, Proses ini dilakukan melalui usaha dan tersedianya waktu, yang diikuti pula dengan adanya risiko finansial, fisik maupun psikologis, sebelum diperolehnya suatu keuntungan material dan kepuasaan pribadiu dari proses ini. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa seorang wirausaha harus mampu menciptakan sesuatu yang baru. Dalam hal ini, seseorang baru dapat dikatakan sebagai wirausaha bila ia telah dapat membuat sesuatu yang baru, tidak hanya sekedar berinvestasi sebagai pemodal di suatu kegiatan kewirausahaan. Untuk itu, pengembangan kewirausahaan dikampus harus dapat mengekplorasi hal-hal yang menjadi keunikan dari setiap kampus yang dapat diolah dan diberdayakan menjadi produk unik dengan sentuhan akademis dan bisnis.
Pengembangan SDM dan proses pembelajaran
Manusia yang kompeten dan handal merupakan modal strategis suatu organisasi maupun suatu bangsa. Hal ini sepenuhnya disadari pula oleh Pemerintah Indonesia, yang kemudian dalam pencanangan program NawaCita, salah satu yang terdapat didalamnya adalah mengenai pengembangan SDM. Hal ini membuat fokus pemerintah pada tahun 2020 adalah dalam hal pengembangan SDM.Terkait dengan hal ini diperlukan berbagai program pengembangan SDM antara lain pelatihan, coaching, mentoring untuk dapat mengembangkan SDM secara optimal. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya (2010) yang menunjukkan bahwa program pelatihan, coaching dan mentoring akan memberi dampak terhadap pengembangan SDM menjadi lebih kompeten dan berdaya guna. Sementara itu, pada prakteknya banyak juga program pendidikan dan pelatihan yang hasilnya kurang optimal, dan salah satu penyebabnya adalah metode dan cara penyampaian program pendidikan, pelatihan dan pengembangan tersebut diberikan dengan cara yang konvensional, serta kurang menarik.
Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari pengalaman manusia. Pemahaman mengenai bagaimana seorang dewasa belajar dan mengaplikasikan pengalaman dan kepakarannya pada kehidupan sehari-hari akan dapat membuka jendela yang lebh luas dalam pemahaman dari kapasitas pemikiran seorang manusia (Mackerache, 2002). Khususnya orang dewasa, yang memiliki gaya belajar yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak. Menurut Rothwell (2008), proses belajar orang dewas dipengaruhi oleh kondisi iklim pembelajaran di organisasi. Dengan perkataan lain bila proses belajarseseorang kurang menarik, maka hal ini akan berpengaruh pula pada proses belajar orang dewasa.
Orang dewasa menurut Knowles (2013) dan Rothwell (2008) memiliki karakteristik sendiri dalam proses bekajarnya, mereka menginginkan adanya pembelajaran aktif, dapat melibatkan kemampuan serta pengalaman mereka sendri. Mereka juga mengalami gaya belajarnya masing-masing (Kolb, 2015). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya suatu alat yang dapat memenuhi kebutuhan pelatihan dalam menganalisis berbagai topik pelatihan dengan cara yang menarik dan menyenangkan serta menggunakan prinsip-prinsip psikologis.
Koster (2014) dan Mangundjaya (2017) menyatakan bahwa suatu program pelatihan akan lebih tepat bila dilakukan dengan cara mengangkat konsep gembira dan menyenangkan (Fun). Tidak hanya menyenangkan (fun) tetapi juga dilaksanakan dengan cara yang kreatif dan inovatif dan playable (Fidball, Howell,and Selinder, 2012). Dalam hal ini Fullerton (2015) membahas bahwa menggunakan permainan yang sifatnya inovatif dan sangat melibatkan para peserta adalah sesuatu yang diperlukan. Hal ini didukung pula oleh Mackerache (2002), yang membahas mengenai prinsip belajar pada orang dewasa yang memerlukan media yang memungkinkan mereka untuk menjadi aktif dan partisipatif dalam suatu program pelatihan. Untuk itu, diperlukan adanya permainan yang sifatnya edukatif, memiliki keterlibatan penuh dari peserta serta yang dapat menganalisis dan membahas hal-hal yag menjadi topik bahasan dalam pendidikan, pelatihan dan pengembangan khususnya yang berhubungan dengan keterampilan yang bersifat soft skills. sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran dan pengembangan SDM.
Boardgame
Berdasarkan pembahasan diatas mengenai perlunya permainan edukatif yang bersifat menyenangkan dan juga yang dapat memenuhi kebutuhan orang dewasa, maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah melalui permainan (games). Jenis permainan tersebut baik permainan yang sifatnya konvensional maupun berbagai permainan yang lebih modern yaitu melalui permainan board game.
Boardgame adalah salah satu bentuk pendekatan dari gamification, yang menurut Kapp (2012) pengertiannya adalah penggunaaan permainan berdasarkan mekanik, estetika dan pemikiran kritis yang dapat mengikat dan menarik serta memotivasi tindakan, pembelajaran dan pemecahan masalah. Melalui permainan boardgames, dapat dilihat dan diamati berbagai konspep yang dilatihkan dalam pengembangan SDM antara lain kepemimpinan, mengelola perubahan, bekerja dalam tim, resiliensi, komunikasi dan berbagai topik lainnya.
Penulis dalam hal ini menemukan berbagai keuntungan dari gamification dan boardgame sebagai berikut (Mangundjaya 2019): a) memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih menarik, b) memberikan gambaran simulasi kasus nyata c) menghasilkan umpan balik secara instan, karena langsung dirasakan oleh pembelajar, d) menciptakan suasana kerjasama,kolaborasi dan koordinasi e) mengasah pemikiran kritis f) membangun strategi dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Selain itu pula, permainan dalam bentuk boardgame dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, seru serta penuh tantangan. Sementara itu, terdapat beberapa tantangan yang dimiliki oleh boardgame yaitu: boardgame belum populer, popularitasnya saat ini masih sebagai alat permainan anak-anak muda saja, tetapi belum banyak yang menjadikannya sebagai salah satu metode pada program pelatihan dan pengembangan untuk itu diperlukan adanya promosi dan pemasaran dalam hal penggunaan dan keuntungan dari boardgame.
Penutup
Makalah ini bertujuan untuk membahas mengenai kewirausahaan di kampus serta peran boardgame sebagai alat bantu dalam program pelatihan dan pengembangan SDM. Iklim kampus merupakan lingkungan yang ideal untuk mengembangkan mahasiswa sebagai calon-calon wirausaha muda. Terlihat bahwa pembuatan boardgame dapat di gunakan untuk mengembangkan aspek kewirausahaan dengan berlandaskan keunikan dari program studi masing-masing.
Dengan adanya pengembangan kewirausahaan di kampus, hal ini tidak hanya dapat mengembangkan iklim akademis dan hubungan yang lebih baik antara dosen dan mahasiswa. Kewirausahaan dikampus dapat juga meningkatkan pendapatan tidak hanya bagi mahasiswa, staf pengajar maupun bagi organisasi. Selain itu, pengembangan kewirausahaan dikampus juga dapat meningkatkan citra kampus itu sendiri,
Daftar Pustaka
Fidball, J; Howell dan Selinker (2012). Kobold Guide to board game design, Open Design:LLC, Kirkland WA.
Fullerton (2015), Game design workshop: A playcentric approach to creating innovative games, 3rd editio. Oakville: Apple Academic Press
Hisrich, R.D, Peters, M.P and Shepherd, D,A (2010). Entrepreneurship, McGraw-Hill/Irwin.
Kapp, K. M. (2012). Games, gamification, and the quest for learner engagement. Training and Development, 66(6), 64-68.
Knowles, M (2013) Designs for Adult Learning. New York: Springer.
Kolb, D,A (2015) Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. 2nd edition, New Jersey: Pearson FT Press;
Koster, R (2014). Theory of Fun for game Design. Oakville Canada: Apple Academic Press.
Mackerache, D (2004). Making sense of adult learning. London: Paperbackshop,
Mangundjaya, W.L (2019). Research on the impact and benefits of boardgame. Limited Publication, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia.
Mangundjaya,W.L.H (2017). Pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:Swascita Publishing.
Mangundjaya, W.L (2010). Laporan penelitian 2010, Pengaruh Pelatihan, dan Proses Coaching Mentoring dan Counseling (CMC) terhadap Pengembangan Kompetensi Karyawan DRPM Universitas Indonesia, Program Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional (DIKTI)
Mangundjaya. W (2012). Challenges in Developing Young Entrepreneurs (A Study at Unemployed Youth in Jakarta), 2012, Conference Proceedings of International Conference on Entrepreneurship Forum (IEF), Kuala Lumpur, Malaysia.
Rachmawan, A., Lizar, A. A; and Mangundjaya, W.L (2014). The role of parent’s influence and self-efficacy on entrepreneurial intention, Proceedings of the Australian Academy of Business and Social Sciences Conference 2014 (in partnership with The Journal of Developing Areas).
Rothwell, William J (2008). Adult Learning Basics. Massachusetts: ASTD Press.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengembangan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan hibah PPUPIK untuk mengembangkan kewirausahaan di kampus melalui pembuatan alat permainan edukatif.
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS